Mau kemana kamu kalau ke Prancis? Menara Eifel sepertinya oke, kata mu. Mau kemana kamu kalo ke Papua? Raja Ampat boleh juga tuh, pilih m...

Menjamu TM : Sang Penyiar yang Melancong

Mau kemana kamu kalau ke Prancis? Menara Eifel sepertinya oke, kata mu. Mau kemana kamu kalo ke Papua? Raja Ampat boleh juga tuh, pilih mu. Mau kemana TM kalau ke Jakarta? inilah perjalan yang kami pilih…
*** 

Menjelajah, adalah salah satu naluri manusia. Ia menggerakkan hati Colombus untuk "mengobrak abrik" samudra. Menjelajah melahirkan karya "Imago Mundi" yang sarinya diperas dari setiap tetes keringat perjalanan Marco Polo. Penjelahan selalu meledakkan tantangan, keseruan dan kisah yang kemungkinan besar membekas dihati.

TM, teman ku sang penyiar radio, berhasrat menjelajah. Menjelajah Jakarta dalam keterbatasan waktu yang amat sempit. Kemana aku mengajak nya? inilah perjalanan kami.


Turis lokal modal dengkul - Pejalan Kaki

Jauh-jauh hari, TM sudah memberi kabar bahwa dia akan datang ke Jakarta untul liburan.  Pada Hari “H” melalui whatsapp dan BBM kami menyusun rencana untuk ketemuan di salah-satu stasiun kereta dekat Depok. Karena bertahun-tahun tak bertemu, aku ingin memberi kejutan. Saat tiba di Stasiun, aku mengendap-ngendap seperti kucing ingin memangsa burung gereja dibalik rumput. 

Rupanya TM belum masuk ke stasiun, dia celingukan didekat pintu gate. Dengan strategi tengik, aku masih mengendap-ngendap mendekatinya, dan pada jarak yang ideal, aku berdiri mematung.

Aku diam saja disana sembari senyum-senyum melihatnya, dia masih celingukan tak menyadari keberadaan ku. Aku biarkan saja dia disana sampai dia menyadari ternyata yang nama Zahri sudah jadi patung dengan bibir yang dari tadi menahan tawa. TM sumringah melihat ku.
Sialan, uda di situ aja ni anak. Mungkin itu yang terbesit dihatinya.
Saat itu TM beum menikah, gaya pakaiannya masih sama seperti dahulu, casual dan SUPERRRRR santai dengan tas ransel yang terkesan tidak mau lepas dari punggungnya. Ya ampuun tas itu, dari jaman aku masih di Banda Aceh sampai sekarang masih awet aja. 

Wajah TM juga masih seperti dahulu, tidak berubah mirip ultramen. masih otentik seperti TM yang dulu. Sehari sebelumnya aku menawarkan TM untuk mengelilingi Jakarta dengan berjalan kaki. mengunjungi tempat-temapat yang ku anggap Jakarta able.

“widiih oke juga tu cuy…” kata TM menjawab ide yang beresiko menyebabkan nyeri sendi itu.

Siapapun teman-teman ku yang datang kesini, aku selalu berusaha agar mereka mendapatkan oleh-oleh yang berkesan. Foto adalah salah satu kenang-kenangan sederhana yang mengesankan, maka jika teman-teman datang kemari otomatis aku bersedia sekali menjadi tukang foto untuk mereka dan aku senang (dalam bahasa profesional, jabatan tukan foto yang keren ini boleh disebut : Photographer – Tentu saja kamu sudah tahu itu)


Stasiun Manggarai

Dari Stasiun perjumpaan kami, aku mengajak TM menikmati rasa menaiki Commuterline, rencana nya kami akan turun di Stasiun Sudirman, tapi tunggu dulu, aku menawari TM untuk turun di Stasiun Manggarai dahulu, karena bagiku stasiun ini Photogenic, Instagramable, atau apalah sebutan istilah kekinian nya. 

Manggarai juga sering muncul di film-film tanah air, Salah satu yang terkenal misalnya film Horor "Kereta Hantu Manggarai" Maka dari itu Manggarai wajib disinggahi. Aku mengajak TM turun disini dan mengambil beberapa Foto.

kereta hantu manggarai
Bersama lokomotif Tua di Stasiun Manggarai

Selepas dari Manggarai, kami beranjak naik kereta lagi menuju ke pusat kota dan turun di Stasiun Sudirman untuk melihat gedung-gedung tinggi menjulang yang keberadaan nya tidak dapat ditemukan dikampung halaman TM apalagi di kapung halaman ku. 

Sebut saja wisata gedung
Mendung yang sedari tadi mengintip di puncak langit kini mulai meneteskan gerimis-gerimis nya. Tampa payung dan jas hujan kami go a head menerobos gerimis dan memberantas genangan air remeh temeh di trotoar.

sambil berjalan kami berbagi cerita, Sesekali aku tertawa mendengarkan cerita-cerita hentah hapah dari TM. KOPAJA yang eksistensi nya hanya ada di Jakarta sesekali mengelabui perjalan kami. Hingga akhirnya kami sampai ke Bundaran HI. Aku mengambilkan beberapa foto untuk TM disini.

bundaran hi
TM sampai di Bundaran HI

Genangan-genangan air hujan di pinggir jalan harus kami hindari jika tidak mau kecipratan oleh lindasan KOPAJA yang terkenal “ganas” dijalanan. Setelah melewati Bundaran HI aku dan TM duduk (TIDAK BERMESRAAN! INGAT ITU!) di kursi-kursi urban yang cantik ini sambil memantau situasi siapa tahu ada akhwat yang curi-curi pandang ke arah taman (bukan curi-curi pandang ke kami) Apa istimewanya orang udik di mata cewek-cewek kota? haha


Noungkrong di taman siapa tahu jumpa ulet bulu...
Mendapatkan kenyataan bahwa peluang untuk di lirik akhwat-akhwat kecil adanya, kami hijrah dari tempat yang cantik ini melanjutkan perjalan kaki di trotoar Ibu Kota.
ku berjalan terus tampa henti
dan dia pun kini telah pergi
ku berdoa di tengah indah dunia
lagu Nidji diatas agaknya cocok dijadikan soundtrack perjalanan kami karena kami terus berjalan nyaris tampa henti. (padahal baru aja berhenti).

Tidak jauh dari situ, mata photographer amatir ku menangkap moment yang bagus untuk dipotret saat sekelompok pria muda yang sepertinya expatriat dari Hong Kong, Korea, atau entah mana itu. berjalan melewati kami.


contoh photography human interest
cocokkah foto ini masuk dalam katagori photography Human Interest, kawan?  
Sendi-sendi tua mulai gemeratak, tenggorokan ku haus, keringat mulai membanjiri baju ku. kami harus tetap berjalan mengejar waktu yang kian menyempit. Atas nama penjelajahan dan (ilmu pengetahuan???) kami melanjutkan perjalanan menuju Monas, tempat paling mashyur, monumen paling iconic di Jakarta itu.

Sampai akhirnya kami bertemu dengan kawanan kuda.

Setelah masuk di komplek Monas, kami mencoba teknik berfoto yang anti mainstream, agar rasa foto kami jadi berbeda dan lebih berkesan. Dua foto dibawah ini, adalah hasilnya...


gaya berfoto di monas
Foto Anti-Mainstream  di Monas
Bumi mengalami perubahan kemiringan
***

  • Manggarai (ƴ check)
  • Sudirman (ƴ check) 
  • Bundaran Hi (ƴ check) 
  • Monas (ƴ check) 


Masjid Istiqlal

Kini, saatnya kami melanjutkan safari menuju tempat bernuansa relijius bernama mashur, tempat indah nan sejuk untuk bersimpuh kepada NYA, Menunaikan Sholat Zuhur, dan melafalkan munajat di Masjid Istiqlal, Masjid yang megah. 
Masjid Istiqlal Jakarta

Badan yang kelelahan akibat berjalan jauh, wajah yang bersimbah keringat, otot-otot yang mengeras, urat-urat kaki yang kaku kembali melemas saat aku berwudhu, Badan kembali segar, lelah perjalanan tadi seperti lenyap di sentuh keajaiban wudhu. Setelah Sholat kami beristirahat sebentar dan tak lupa mengambil foto dan memamerkan sarung tua yang kami bawa supaya terkesan santri. Padahal bukan santri.






*Bersambung.....*




0 komentar: